Mempelajari dan Mengenal Budaya Suku Bugis – Suku Bugis merupakan kelompok etnik dengan slot bet 100 perak wilayah asal Sulawesi Selatan. Berdasarkan sensus penduduk Indonesia tahun 2000, populasi suku Bugis mencapai sekitar enam juta jiwa. Kini, orang-orang Bugis menyebar pula di berbagai provinsi Indonesia, seperti Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Papua, Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Jambi, Riau, dan Kepulauan Riau. Orang-orang Bugis juga banyak ditemukan di Malaysia dan Singapura yang telah beranak pinak dan keturunannya telah menjadi bagian dari negara tersebut. Orang-orang Bugis banyak yang pergi merantau ke mancanegara karena mereka memiliki jiwa perantau.

Kebudayaan Suku Bugis

Suku Bugis menganggap lontara sebagai sumber tertulis yang berkaitan dengan sejarah, budaya, dan kehidupan sosial masyarakatnya. Orang Bugis menggunakan lontara sebagai alat untuk menyampaikan cara berpikir dan pengalaman masa lalu masyarakatnya. Lontara dijadikan sebagai simbol budaya suku Bugis yang diwariskan dari masyarakat terdahulu ke masyarakat masa berikutnya.   Suku Bugis umumnya membedakan bentuk rumah sebagai penanda pranata sosial di dalam masyarakatnya. Rumah suku Bugis dibedakan menjadi saoraja dan bola. Perbedaan keduanya terletak pada simbol-simbol tertentu di dalam arsitektur rumah, bukan dari struktur dan konstruksinya.

Saoraja adalah rumah berukuran besar yang ditempati oleh keturunan raja atau kaum bangsawan, sedangkan bola adalah rumah biasa yang menjadi tempat tinggal bagi rakyat biasa. Saoraja memiliki 40 sampai 48 tiang dan ukurannya lebih besar, sedangkan bola memiliki 20 sampai 30 tiang dan ukurannya lebih kecil. Perbedaan status sosial dapat diketahui melalui bentuk tutup bubungan atap rumah yang disebut timpaklaja. Timpaklaja di saoraja bertingkat-tingkat antara 3–5 tingkat, sedangkan timpaklaja di bangunan bola tidak bertingkat. Semakin banyak jumlah tingkat timpaklaja, semakin tinggi pula status sosial penghuninya.Orang Bugis memandang perkawinan sebagai suatu upacara adat yang bertujuan untuk menyatukan hubungan kekeluargaan antara dua keluarga besar menjadi semakin erat. Perkawinan tidak dianggap hanya sebatas menyatukan dua mempelai dalam hubungan suami-istri, melainkan mendekatkan hubungan keluarga yang sudah jauh. Pandangan ini membuat orang Bugis memilih perkawinan antara keluarga dekat karena mereka sudah saling mengenal sebelumnya.

Pakaian Adat Bugis

Pakaian adat Bugis memiliki corak yang khas ketimur-timuran dan dipadukan dengan corak khas masyarakat setempat. Tiap pakaian adat memiliki keunikan tersendiri yang bisa dikenakan dalam acara yang berbeda.

Baju Tutu

Jika wanita Bugis memakai baju bodo, laki-laki  togel macau Bugis memakai baju daerah bernama baju tutu. Jenis baju ini adalah jas yang disebut dengan jas tutu. Pakaian tersebut biasanya mengenakan bawahan paroci atau celana serta kain sarung dan tutup kepala berupa songkok. Jas tutu memiliki ciri lengan panjang dan leher berkerah, serta dihiasi dengan kancing yang dibuat dari emas atau perak, yang dipasangkan di leher. Adapun kain lipa sabbe terlihat polos dan warnanya mencolok dengan ciri khas merah atau hijau.

 Baju Bodo

Baju bodo merupakan baju khas wanita suku Bugis. Baju adat khas Bugis ini memiliki ciri khas, yaitu berbentuk segi empat dan memiliki lengan yang pendek. Baju bodo sudah ada sejak zaman dahulu dan dapat ditelusuri berpuluh-puluh atau beratas-ratus tahun ke belakang. Inilah yang menyebabkan pakaian ini juga termasuk salah satu pakaian adat tertua yang ada di Indonesia. Menurut suku Bugis, setiap baju ini memiliki arti tersendiri yang dapat menunjukkan usia dan martabat dari pemakainya. Berikut ini penjelasannya.

  • Jingga, mempunyai arti bahwa pemakai adalah anak berusia sekitar 10 tahun.
  • Jingga dengan merah, mempunyai arti bahwa pemakai adalah anak remaja berusia 10–14 tahun.
  • Merah, mempunyai arti bahwa pemakai adalah seorang wanita berusia 17–25 tahun.
  • Putih, mempunyai arti bahwa pemakai adalah dari kalangan dukun dan pembantu.
  • Hijau, mempunyai arti bahwa pemakai adalah perempuan bangsawan.
  • Ungu, mempunyai arti bahwa pemakai adalah seorang janda.

Baju bodo dahulu bisa dipakai tanpa penutup payudara. Hal ini sudah sempat diperhatikan oleh James Brooke (yang kemudian diangkat sultan Brunei menjadi Raja Sarawak) tahun 1840 saat dia mengunjungi Istana Bone. Seiring dengan masuknya Islam, baju ini pun mengalami perubahan. Baju ini dipasangkan dalaman yang berwarna senada, tetapi warnanya lebih terang.

Perempuan Bugis dahulu mengenakan pakaian sederhana. Sehelai sarung menutupi pinggang hingga kaki dan baju tipis longgar dari kain muslin (kasa), memperlihatkan payudara dan leluk-lekuk dada. Cara memakai baju bodo ini masih berlaku sampai tahun 1930-an. Saat ini, pakaian tersebut kerap dipakai untuk acara adat seperti upacara pernikahan. Baju bodo mulai direvitalisasi melalui acara seperti lomba menari atau menyambut tamu agung.

Kepercayaan Suku Bugis

Saat ini, mayoritas orang Bugis menganut agama Islam (sekitar 99%). Islamisasi masyarakat Mahjong Bugis telah mengakar kuat, walaupun masih ada sebagian kecil masyarakat yang menganut kepercayaan tradisional Tolotang yang jumlahnya sekitar sebanyak 15 ribu jiwa dan tinggal di wilayah Sidenreng Rappang. Sebelum Islamisasi masyarakat Bugis, telah ada sebagian masyarakat yang menganut agama Kristen pada abad ke-16 yang dibawa oleh Portugis. Saat ini, masih ada komunitas penganut Kristen di daerah Soppeng, tetapi jumlahnya hanya sekitar 5 ribu jiwa. Pada abad ke-17, penyebaran Islam yang dibawa oleh para pendakwah dari tanah Melayu dan Minangkabau membuat banyak masyarakat penganut Kristen dan Tolotang masuk Islam, sehingga Islam menyebar luas di tanah Bugis dan Makassar.